Memahami sebutan “Istri” dalam al-Quran
Oleh : Dr. H. Mardjoko Idris, M. Ag
_____________________________________________________
Setidaknya ada dua kosa kata yang digunakan dalam al-Quran untuk menyebut istri; pertama dengan meng-gunakan lafadz; imraatun dan kedua, zaujatun. Kata imraatun yang berarti istri banyak digunakan dalam al-Quran antara lain :
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ ۖ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ
Artinya:
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)". (QS. Al-Tahrim: 10)
Kata imraatun juga digunakan dalam al-Quran, bunyi lengkapnya sebagai berikut :
وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِن وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا ﴿٥﴾
Artinya:
dan Sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera. (QS. Maryam: 5)
Sedangkan kata zaujatun antara lain digunakan dalam al-Quran, bunyi lengkapnya adalah:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا ﴿٧٤﴾
Artinya:
dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Furqan: 74)
Melalui konteks keadaan dan bahasa dapat diambil pengertian, bahwa penggunaan kata imraatun untuk menyebut seorang istri, jika antara istri dan suami itu berbeda aqidah atau agama. Kata imraatu Nuh (istri Nabi Nuh) mempunyai pengertian aqidah yang diyakini oleh sepasang suami istri itu berbeda; Nabi Nuh meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, sementara istri Nabi Nuh tidak demikian, ia meyakini adanya sesembahan selain Allah Swt; demikian juga imraatu Luth (istri Nabi Luth), Nabi Luth meyakini tidak ada sesembahan selain Allah, sementara istrinya meyakini yang sebaliknya. Pada saat suami dan istri itu berbeda keyakinan atau agama, maka sebutan untuk istri dalam al-Quran adalah imraatun.
Sementara dalam koteks keluarga Zakaria, penyebutan istri dengan imraatun bukan berdasar pada perbedaan keyakinan antara suami istri, melainkan karena istri belum mempunyai keturunan dalam masa yang lama, atau disebut mandul (jawa). Jika istri yang dinyatakan mandul oleh suami tersebut –karena iradah-Nya- kemudian mempunyai keturunan, maka sebutan imraatun bagi istri tersebut berubah menjadi zaujatun.
Adapun jika suami istri tersebut beraqidah sama dan reproduksinya berjalan lancar atau mempunyai keturunan, maka sebutan bagi seorang istri dalam al-Quran adalah zaujatun. Rasul Muhammad Saw selalu berdoa kepada Allah untuk diberi istri dan keturunan yang qurrata a’yun, dengan menggunakan kosa kata zaujatun bukan imraatun.
Syukran