Paham Kontekstual

Oleh:

Muhammad Naufal Annabil*

_____________________________________________________________

Zaman mungkin semakin maju namun sebagian kalangan masih ada yang memahami al-Qur’an dan hadis secara tekstual saja. Pemahaman pukul rata menggunakan tekstual saja merupakan sebagian hal yang melatarbelakangi munculnya aliran yang selalu berteriak: Mari berjihad! Tegakkan Islam! Kita bunuh orang-orang kafir!. Berangkat dari persoalan tersebut, pembahasan dalam tulisan ini adalah mengenai penerapan dari pendekatan kontekstual terhadap al-Qur’an dan hadis.


Tidak ada perubahan pada teks al-Qur’an bukan berarti al-Qur’an tidak relevan namun hal tersebut menunjukkan ijaz dari al-Qur’an bahwa meski teks al-Qur’an masih sama namun masih layak digunakan sebagai acuan sampai kapan pun. Ketika ada masalah di masyarakat sebenarnya bisa dicarikan solusi dari al-Qur’an namun yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana masyarakat memahami teks al-Quran tersebut sehingga bisa dijadikan solusi bukan malah menjadi sarana untuk saling serang dan menyalahkan.


Al-Qur'an tidak memberikan prinsip umum dalam jumlah banyak; kebanyakan isi al-Qur'an hanya memberikan jawaban tehadap permasalahan hukum tertentu dan kepada isu dalam satu konteks sejarah konkrit. Dengan demikian tidak semua solusi dari permasalahan bisa terlihat secara gamblang. Rahman mengajukan sebuah teori yang dikenal dengan teori double movement dan metode sintetik logik. Teori ini berangkat dari situasi sekarang ke masa al-Qur'an diturunkan dan kembali lagi ke masa kini. Konteks sejarah memang merupakan salah satu unsur yang wajib diketahui untuk memahami ayat al-Qur’an. Kembali ke masa lalu merupakan bagian dari ilmu penafsiran yang disebut asbabunnuzul. Contoh penerapan pendekatan kontekstual terhadap surat at-Taubah ayat 123:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُم مِّنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, bunuhlah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa”.


Ayat ini seakan berisi perintah kepada umat Islam supaya membunuh setiap orang kafir yang berada di sekitarnya. Agar tidak terjadi salah faham tentu perlu pemahaman terkait sebab turunnya ayat ini. Ayat ini turun saat peristiwa perang Tabuk pada bulan Rajab tahun kesembilan. Perang ini bermula saat tentara Romawi al-Armarmiyyah bermaksud menghentikan laju Islam. Peristiwa ini menegaskan adanya musuh di luar Arab sehingga membutuhkan ketegasan dan sikap taktis dari umat Islam. Tentu tidak tepat jika ayat tersebut digunakan sebagai pegangan oleh sebagian kalangan dalam membunuh orang-orang non-mukmin secara serampangan dengan alasan mereka merasa dituntut untuk menegakkan ajaran Islam yang dalam kanteks ini yaitu pembunuhan terhadap non-mukmin. Jika golongan tersebut memang mengaku sebagai pemeluk Islam tentu memahami arti Islam sendiri secara bahasa dapat diartikan sebagai “damai”. Dari segi bahasa saja dapat diartikan “damai” tentu tidak mungkin ajaran dalam Islam mengajarkan untuk melakukan pembunuhan secara serampangan.


Selanjutnya, pendekatan kontektual terhadap hadis adalah pendekatan dengan melihat hubungan antara era serta situasi dan kondisi ketika hadis ini hadir dengan melihat hubungan dengan masa sekarang. Dalam ilmu hadis, muncul sebuah cabang disiplin ilmu yang khusus membahas persoalan yang berkaitan dengan lahirnya suatu hadis. Disiplin ilmu dimaksud ialah ilmu asbabulwurud. Asbabulwurud adalah cara kontekstual yang dimaksudkan dalam tulisan ini untuk memahami hadis. Asbabulwurud yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah dengan menengok sejarah atau kondisi saat suatu hadis hadir di masyarakat. Contoh penerapan pendekatan kontekstual terhadap hadis:

عن ابن عمر رضي الله عنهما ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : أمرت أن أقاتل الناس ، حتى يشهدوا أن لا إله إلاالله، وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ، ويؤتوا الزكاة ، فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام وحسابهم على الله تعالى. رواه البخاري ومسلم

Dari Ibn Umar radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Aku diperintahkan untuk membunuh manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah ta’ala (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut hadir setelah turunnya perintah perang dalam surat at-Taubah, yang ditujukan kepada kaum musyrik. Jadi konteks hadis ini dalam kondisi perang, bukan dalam keadaan damai. Menanggapi permasalahan tersebut Ibn Hajar dalam kitabnya Fathul Bari via Hosen menegaskan bahwa hadis ini dipakai untuk menafsirkan at-Taubah ayat 5: “Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu maka bunuhlah orang musyrik di mana saja kalian jumpai mereka tangkaplah mereka kepunglah mereka dan intailah, jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat maka berilah kebebasan kepada mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Konteks ayat dan hadis ini merupakan perintah untuk memerangi orang musyrik yang berstatus kafir harbi yaitu yang mengancam eksistensi komunitas Islam, bukan untuk ahl al-kitab yang sudah terikat perjanjian damai dan membayar zakat. Dengan demikian hadis tersebut tidak bisa diterapkan dalam konteks sekarang yang non-mukmin di Indonesia bukan berstatus kafir harbi.
Adanya pembelajaran dari asbabunnuzul terkadang muncul berbagai pertanyaan. Salah satu dari pertanyaan yang acap muncul adalah “apa fungsi mempelajari asbabunnuzul dengan sudah adanya hadis atau yang kerap disebut sunnah sebagai penjelas dari al-Qur’an?” pertanyaan tersebut terjawab oleh pernyataan dalam buku “Ulumul Quran Zaman Kita” yang menyatakan bahwa, sunnah itu memperlihatkan bagaimana Nabi menerjemahkan prinsip dan perintah spesifik al-Qur’an ke dalam praktik lapangan, sedangangkan asbabunnuzul menyediakan konteks bagi ayat al-Qur’an yang mungkin saja disertai atau tidak disertai informasi yang relevan dari sunnah. Berdasarkan pernyataan di atas di samping sudah adanya hadis sebagai penjelasan dari al-Quran, tetap dibutuhkannya pembelajaran mengenai asbabunnuzul. Dengan adanya pembelajaran mengenai asbabunnuzul kita dapat memperoleh jawaban dari berbagai permasalah kontekstual di zaman sekarang.
Sumber:

Hosen, Nadirsyah. 2019. Saring Sebelum Sharing. Yogyakarta: Bentang Pustaka

Maimoen, Abdul Ghofur. “Peperangan Nabi Muhammad saw dan Ayat-ayat Qital”, Jurnal Al-Itqan”. vol. 1, No. 1, 2015.

Mattson, Ingrid. 2013. Ulumul Quran Zaman Kita. Jakarta: Zaman.
Nasution, Khoiruddin. “Kontribusi Fazlur Rahman Dalam Ushul Fiqh” dalam Al-Jami’ah”. vol. 40 No. 2 Juli-Desember, 2002.
*Mahasiswa Prodi Magister Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler